RSS

Agama dan Generasi Muda

1. Peranan budaya serta lingkungan dalam kehidupan keagamaa
Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan ( patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan.

Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996). Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia ( pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud. Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga dikenal adanya konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut orang Bali masa lalu ( athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang ( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan kehidupan di masa yang akan datang. Dalam ajaran hukum karma phala disebutkan tentang sebab-akibat dari suatu perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik. Demikian pula sebaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang bersangkutan. Lebih lanjut, dalam kebudayaan Bali juga terdapat nilai-nilai toleransi dan persamaan yang didasarkan atas konsep Tat twam asi (dia adalah kamu). Dengan konsep Tat Twam Asi masyarakat Bali toleran kepada orang lain karena mereka beranggapan bahwa orang lain juga sama dengan dirinya. Fenomena ini mencerminkan tingginya toleransi dalam masyarakat Bali. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya konsep Tri Kaya Parisudha yaitu berpikir, berkata, dan berbuat yang baik dan benar.

Dalam aspek keseimbangan dan harmonisasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan hubungannya dengan lingkungan fisik orang Bali mengenal konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana secara arfiah artinya adalah tiga faktor yang emnyebabkan kesejahteraan yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang dengan Tuhan (parhyangan), hubungan yang harmonis dan seimbang dengan sesama manusia ( pawongan ), dan hubungan yang harmonis dan seimbang dengan lingkungan alam sekitar ( palemahan ). Hubungan sesama manusia dalam masyarakat Bali dikenal pula dengan konsep nyama braya . Nyama adalah kerabat dekat, dan braya adalah kerabat jauh. Sebagaimana diketahui bahwa Bali terdapat kantong-kantong hunian masyarakat Islam seperti di desa Pegayaman (Buleleng), Pamogan, Kepaon dan Serangan (Denpasar). Kelompok masyarakat Muslim tersebut memiliki sejarah yang erat dengan raja-raja atau para penguasa Bali di masa lalu, sehingga mereka sering disebut dengan istilah “ nyama selam ” atau saudara Islam/muslim. Selain masyarakat Islam, di Bali juga banyak bermukim orang-orang Cina bahkan mereka telah menyatu dengan masyarakat dan kebudayaan Bali. Hubungan kebudayaan Bali dengan Cina dapat dikatakan telah berlangsung lama. Berbagai komponen budaya Cina telah menyatu atau diadopsi dalam kebudayaan Bali antara lain: pemanfaatan uang kepeng (uang Cina) sebagai alat transaksi dan kebutuhan upacara di Bali, dan beberapa jenis kesenian. Pengaruh Kebudayaan Cina di Bali Masyarakat Cina telah lama tinggal dan hidup di Bali. Masyarakat Cina di Bali sebagaimana lazimnya komunitas Cina di Indonesia mereka tinggal di daerah perkotaan dan di Pedesaan.
Agama ibarat langit suci yang teduh dan melindungi kehidupan. Masyarakat harus kemBali kepada basic value atau basic principle yang merupakan nilai-nilai dasar dalam kehidupan. Nilai-nilai dasar itu bersumber pada agama dan falsafah negara kita yakni pancasila. Kearifan lokal yang terkait dengan nilai-nilai pluralitas budaya atau multikulturalisme dalam masyarakat perlu kiranya direvitalisasi untuk membentengi diri dari gejala disintegrasi bangsa. Berbagai konsep dalam kebudayaan Bali seperti Rwa Bhineka, Tat Twam Asi, tri hita karana, dan nyama braya dalam kebudayaan Bali perlu dipahami sehingga dapat dipakai landasan untuk hidup saling berdampigan dengan etnik lain, khususnya etnik Cina. Kearifan-kearifan lokal tersebut di atas yang mengedepankan hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam perlu disosialisasikan dan diejawantakan dalam kehidupan riil.

Secara sadar dan terencana perlu kiranya dikembangkan konsep sadar budaya, termasuk revitalisasi kearifan lokal tersebut. Selain itu, penggalian atau penemuan kemBalikearifan-kearifan lokal dalam menumbuhkan budaya multikultural di antara berbagai etnik perlu terus dilakukan dalam membentengi diri menghadapi gelombang pengaruh budaya global. Upaya merevitalisasi kearifan lokal tampaknya tidak mudah dilakukan tanpa adanya kemauan politik (good will) dari pemerintah (Astra 2004: 13).

Pemberdayaan lembaga pendidikan, dan pendidikan formal maupun non formal perlu ditingkatkan untuk menggali dan mengembangkan potensi dan nilai-nilai kearifan lokal dalam kebudayaan. Melalui pendidikan diharapkan pemahaman generasi muda dan masyarakat secara keseluruhan terhadap kearifan budaya lokal akan semakin meningkat yang pada gilirannya menimbulakn pemahaman terhadap jati diri. Penerapan kurikulum muatan lokal kiranya dapat memberikan peluang untuk menjadikan kearifan lokal sebagai mata ajar. Dengan upaya ini diyakini kearifan lokal mampu bertahan dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.


2. Program pemerintah dlm pembinaan mental gnerasi dalam pmbangunan manusia seutuhnya
• Kegiatan pesraman yang dilakukan oleh desa pekraman dapat diperkuat sikap dan mental generasi muda untuk tidak mudah terpengaruh arus negatif globalisasi. Pesraman selain mengajarkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama juga diisi dengan kegiatan pembinaan mental dan perilaku generasi muda seperti penyuluhan tentang narkoba dan HIV/AIDS. Jadi dengan pendidikan melalui pesraman ini akan mendukung upaya untuk mencegah meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba dan HIV/AIDS di Provinsi Bali. Hal ini juga diperkuat dengan aturan yang tertuang dalam awig/pararem desa pekraman, dimana adanya kesepakatan warga untuk tidak mengizinkan membangun tempat hiburan malam yang mengundang terjadinya pergaulan bebas di kalangan generasi muda di wilayah desa pekraman.
• KARANG TARUNA
Karang Taruna sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial RI No. 83/HUK/2005 adalah Organisasi Sosial wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah Desa/Kelurahan atau komunitas sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Sedangkan keanggotannya bersifat stelsel pasif, artinya seluruh generasi muda dalam lingkungan Desa/Kelurahan atau komunitas adat sederajat yang bersusia 11 tahun sampai 45 tahun yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna. Dengan adanya Karang Taruna dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat, khususnya generasi muda dalam rangka mewujudkan rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat pada umumnya. Tujuannya tidak lain adalah terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di Desa/Kelurahan yang memungkinkan pelaksanaan fungsionalnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial di lingkungannya melalui usaha-usaha pencegahan, pelayanan dan pengembangan sosial. Dengan demikian jelas bahwa sasaran yang ingin dicapai oleh KARANG TARUNA dititikberatkan pada kesadaran dan tanggung jawab sosial, sehingga dapat mewujudkan dengan baik kesejahteraan sosial yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka tugas pokok Karang Taruna adalah bersama-sama dengan pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.


Bagikan
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment